Senin, 23 Juni 2008

Joker Akan Kembalikan Rp 546 Miliar


Jumat, 20 Juni 2008 20:45 WIB
JAKARTA, JUMAT - Joker alias Djoko S Tjandra yang disebut-sebut dalam percakapan antara Artalyta Suryani dengan mantan Jampidsus Kemas Yahya Rahman berniat mengembalikan uang hasil korupsi sebesar Rp 546 miliar ke Kejaksaan Agung.
Djoko berencana mengembalikan uang di saat Kejagung akan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dengan tujuan untuk memenjarakan Djoko yang saat itu menjabat Dirut PT Era Giat Prima dan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin.
Pernyataan rencana pembayaran Djoko tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Mawan Effendy. "Saya telah menerima surat itu tadi pagi," ujar Marwan Effendy di Gedung Kejagung, Jumat (20/6).
Kendati demikian, Marwan belum dapat menyikapi permintaan Djoko. Alasannya, surat itu harus dianalisis terlebih dahulu. Marwan mengaku sudah mendisposisikan surat itu ke bagian Upaya Hukum Eksekusi dan Ekaminasi.
Marwan sebelumnya mengatakan telah melimpahkan pengajuan PK kasus Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra ke Kejati DKI Jakarta. PK kasus Bank Bali akan diajukan PK ke MA sejak Jampidsus dijabat Kemas Yahya Rahman. PK akan diajukan untuk menyikapi putusan Kasasi MA yang membebaskan Djoko S. Tjandra dan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin dari kasus itu. Sedangkan, Wakil Kepala BPPN Pande Lubis divonis empat tahun.
Marwan menegaskan belum dapat memastikan apakah pernyataan Djoko itu dapat mengurungkan niat kejaksaan untuk mengajukan PK. "Yang jelas, harus dianalisis dahulu. Bagaimana sikap kami nantinya, apakah tetap mengajukan PK atau bagaimana," katanya.
Yang pasti, lanjut Marwan, Kejagung sangat menghormati itikad baik Djoko yang ingin mengembalikan uang negara. "Sikap dia (Djoko) yang ingin mengembalikan uang negara harus dihargai," ungkap Marwan.
Menurut Marwan, keputusan untuk menyikapi pengajuan surat Djoko ditentukan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji. "Kami akan memberikan hasil analisis atas surat Djoko ke Jaksa Agung pada Senin (23/6)," kata Marwan.
Ditanya apakah ada keterkaitan pengembalian uang itu terkait kasus Artalyta, Marwan tidak mau menanggapi hal itu. "Jangan dikait-kaitkan lah," tandasnya.
Kuasa Hukum Djoko Tjandra, OC Kaligis membenarkan kliennya mengajukan surat permohonan pembayaran uang tersebut. Alasannya, Djoko lelah dengan pernyataan Kejagung yang ingin mengajukan PK atas kasusnya. "Daripada terus berperkara, Djoko memutuskan untuk menyerahkan uangnya ke kejaksaan. Seandainya kejaksaan mengajukan PK sebenarnya belum tentu menang, tapi Djoko malas ada perkara," ungkap Kaligis.

Artalyta Siap Diperiksa Kejagung


Senin, 23 Juni 2008 13:53 WIB
JAKARTA, SENIN - Terdakwa kasus dugaan suap terhadap Jaksa Urip Tri Gunawan, Artalyta Suryani menyatakan bersedia memenuhi permintaan Kejaksaan Agung untuk memeriksa dirinya. Pekan lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan ijin dari pengadilan untuk memeriksa Artalyta.
Rencananya, pemeriksaan akan dilakukan Selasa (24/6) besok. Hal itu dilakukan, satu rangkaian dengan pemeriksaan yang dilakukan Bidang Pengawasan terhadap sejumlah pejabat tinggi Kejagung. Namun, Artalyta mengaku belum menerima surat pemeriksaannya. "Iya bersedia, tapi belum terima suratnya," jawab Artalyta singkat, usai persidangan di Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (23/6).
Pengacara Artalyta, OC Kaligis juga menyampaikan hal yang sama. "Kalau surat dari pengadilan ada, kita bersedia. Tapi, sampai dengan saat ini, belum menerima (surat)," kata Kaligis.
Jika benar Artalyta dimintai keterangan oleh Kejaksaan Agung besok, Kaligis juga mengaku belum mendapat informasi dimana pemeriksaan akan dilakukan. "Belum tahu, di Mabes (Polri) atau di Kejaksaan Agung. Bagusnya di Kejagung, biar kita aja yang kesana," ujarnya.
Artalyta hingga saat ini menjalani penahanan di Rutan Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Urip Diancam 15 Tahun Penjara


Selasa, 24 Juni 2008 11:48 WIB
JAKARTA, SELASA - Jaksa Urip Tri Gunawan yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap untuk penghentian penyelidikan aliran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Urip didakwa dengan dua dakwaan, yaitu kasus dugaan suap dari Artalyta Suryani dan pemerasan terhadap Glen Yusuf.Untuk dakwaan pertama, Urip terkena sangkaan primer pasal 12 b Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999. "Pertama subsider pasal 5 (2) huruf b jo pasal 5 (2) UU No. 31 tahun 1999. Lebih subsider, pasal 11 UU No. 20/2001," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Sarjono Turin, saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (24/6). Sementara itu, untuk dakwaan kedua, Urip terkena pasal 12 huruf e dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan pasal 12 huruf b. Dalam dakwaan pertamanya, JPU mengatakan Urip telah memberikan informasi tentang penyelidikan kasus BLBI II (BDNI) dan memberikan kesempatan kepada Syamsul Nursalim untuk tidak menghadiri pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung. Sejak Desember 2007 hingga Februari 2008, Urip dan Artalyta Suryani secara intens berhubungan melalui telepon untuk membicarakan penyelidikan kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung. Seperti pada 28 Desember 2007, Urip menghubungi Artalyta untuk memberitahukan perkembangan hasil penyelidikan kasus BLBI. Untuk kesekian kali, pada 29 Februari 2008, Urip menghubungi Artalyta memberitahukan penyelidikan BLBI telah selesai dan akan segera mengadakan konferensi pers untuk itu. Urip juga menghubungi Artalyta saat Syamsul Nursalim akan dipanggil. Akhirnya, pada 16 Juni 2008, Artalyta datang ke Kejaksaan Agung untuk menemui M Salim memberitahukan ketidakhadiran Syamsul dengan keterangan surat sakit, setelah pemanggilan ketiga. Sementara, dalam dakwaannya yang kedua, Urip diduga telah memaksa Glenn Muh Surya Yusuf melalui pengacaranya, Reno Iskandarsyah, untuk menyerahkan sejumlah uang. Urip meminta uang sebesar Rp1 miliar kepada Glenn Yusuf. Pada 4 Februari 2008, Glenn melalui Reno menemui Urip di Tol Kalimalang dan mengatakan kliennya tidak sanggup memenuhi permintaan itu. "Urip mengatakan agar dibisa-bisakan, bisa susah kalau tidak memenuhi permintaan saya," ujar JPU. Akhirnya, Glenn memberikan uang Rp110 juta dan 90.000 dolar AS pada 13 Februari 2008. Urip memeras Glen dengan ancaman akan menjadikannya sebagai tersangka kasus pengalihan aset obligor BLBI ke BPPN.